Selasa, 14 Februari 2017

Ramai-Ramai Kembalikan Uang Korupsi Untuk Kurangi Sanksi Pidana?

KPK memastikan pengembalian uang hasil korupsi tak menghapuskan sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku dijelaskan dalam pasal 4 Undang-Undang No. 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dalam pasal itu, lanjutnya, antara lain dinyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi.

“Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan di persidangan nanti,” ujar Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah, akhir pekan ini,

Karena itulah, pihaknya menyerukan kepada para tersangka kasus korupsi, atau mereka yang masih berstatus saksi namun terindikasi turut terlibat dalam silang sengkarut kasus korupsi tersebut untuk mengembalikan kerugian negara tersebut.

Belakangan ini, KPK selaku institusi terdepan dalam memberantas praktik korupsi itu tengah giat-giatnya berseru kepada para tersangka dan saksi yang berkaitan dengan kasus korupsi proyek pengadaan KTP eletronik di lingkungan Kementerian Dalam Negeri pada 2011-2012.

Sejak menangani kasus yang telah mencuatkan dua tersangka ini, para penyidik telah menerima uang pengembalian kejahatan ini sebesar Rp250 miliar. Perinciannya, Rp220 miliar bersumber dari lima korporasi dan satu konsorium yang bertugas berperan selaku vendor dan sisanya, merupakan uang pengembalian dari 14 individu.

Dari sejumlah individu itu, sebagian di antaranya merupakan para wakil rakyat yang duduk di Komisi II DPR RI periode 2009-2014. Dia menyarankan agar para anggota dewan yang lain pun turut mengembalikan uang yang telah diterima karena KPK telah memiliki bukti permulaan yang cukup bahwa tidak sedikit anggota DPR yang menerima uang yang berkaitan dengan kasus tersebut.

“Para anggota DPR semestinya menjadi contoh yang baik bagi upaya pemberantasan korupsi dan mengembalikan kerugian negara sehingga bisa ditiru oleh masyarakat luas,” tambahnya.

Upaya lainnya yang bisa dilakukan para tersangka untuk sekadar meringankan beban hukuman saat di persidangan nanti adalah mengajukan diri sebagai justice collabolator untuk menguak tersangka lain yang memiliki peran jauh lebih penting dalam suatu kasus korupsi.

Meski saksi sekaligus tersangka dalam kasus yang sama bertindak selaku justice collabolator tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Namun, kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidananya.

Justice collabolator diketahui telah diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4/2011 tentang perlakuan bagi pelapor tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerja sama. Ada juga peraturan bersama yang ditandatangani oleh Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, KPK dan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Regulasi tersebut mengatur tentang perlindungan bagi pelapor, saksi pelapor dan saksi pelaku yang bekerja sama. Terdapat empat hak dan perlindungan yang diatur dalam peraturan bersama ini yakni perlindungan fisik dan psikis, perlindungan hukum, kemudian penanganan secara khusus dan terakhir memperoleh penghargaan.

Belakangan ini, KPK telah menerima permohonan Sri Hartini, Bupati Klaten, Jawa Tengah, sebagai justice collabolator. Akan tetapi, Febri mengungkapkan bahwa sejauh ini KPK belum meluluskan permohonan tersebut karena masih mempertimbangkan berbagai aspek.

Meski demikian, dia pun memberikan kesempatan kepada para tersangka lain dalam kasus ini untuk mengajukan permohonan justice collabolator sehingga kesaksiannya bisa digunakan oleh penyidik untuk memperdalam penggalian informasi sekaligus menjerat tersangka lainnya.

Posting Ramai-Ramai Kembalikan Uang Korupsi Untuk Kurangi Sanksi Pidana? ditampilkan lebih awal di Topikindo.

0 komentar:

Posting Komentar